sebagai sebuahkehormatan, jadi perceraian menjadi perkara yang sangat dibenci oleh AllahAzza wa Jalla. Dengan demikian Allah membatasi bolehnya talak dengan waktu tertentu serta jumlah tertentu pula.
Semua itu demi terpeliharanya hubungan baik suami istri serta demi mencegah muncul perselisihan. Karena tak jarang terjadi ketika wanita dicerai, nyatanya seusai itu ia hamil, dampaknya suami pun rugiinya.
Mengenai hukum mencerai wanita hamil tak tersedia perselisihan yang berarti di kalangan fuqaha. Mesikipun ada yang mengharamkan serta memakruhkan, tetapi mayoritas ulama serta imam madzab sepakat bahwa menceraikan wanita hamil diperbolehkan (mubah). Ini adalah pendapat dengan hujah terkuat di antara pendapat lainnya. Ulama-ulama semacam Thawus, al-Hasan, Ibnu Sirin, Robiah, Hammad bin Abi Sulaiman, Imam madzhab yang empat, Ibnu Hazm, Ishaq, Abu Tsaur, Abu Ubaid serta Ibnu al-Mundzir, tergolong dalam barisan jumhur ulama ini.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, mengatakan: “Ini semua adalah madzhab Imam Syafii serta Abu Hanifah. Saya tak mengenal adanya perselisihan dalam faktor ini. Dilihat dari segi waktu, mencerai wanita hamil yang sudah jelas kehamilannya tak dikatakan sunnah serta tak pula bidah, demikian ini menurut pendapat sahabat-sahabat kami. Pendapat ini adalah madzhab Syafii serta mayoritas ulama.”
An-Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin mengatakan: “Dalam kondisi apapun, mencerai wanita hamil tidaklah haram. Talaknya bukan talak bidah serta bukan pula talak sunnah.”
Beliau meningkatkankan: “Barangkali perkataan mereka para sahabat kita dalam madzhab Syafiidipahami bahwa maksud mereka dengan semua itu adalah bagi wanita hamil tak bakal terkumpul dua kondisi dalam waktu yang bersamaanyaitu sunnah serta bidah, bakal tetapi talaknya tak ada tidak hanya talak sunnah. Dengan demikian yang berlaku adalah penafsiran talak sunnah dengan pengertian boleh, serta talak bidah dengan pengertian haram.”
Yang dimaksud talak sunah adalah talak yang sudah mendapat izin dari Sunnah ketika mentalaknya alias talak yang sesuai dengan perintah Allah serta Rasul-Nya.
Ibnu Abdul Barr di dalam at-Tahmid, mengatakan: “Adapun mengenai mencerai wanita hamil, maka tak ada perselisihan di kalangan ulama bahwa mencerainya sejak dari awal sampai akhir kehamilan adalah talak sunnah.”
Beliau juga mengatakan: “Kami tak mengenal adanya perselisihan bahwa mencerai wanita hamil yang sudah jelas kehamilannya adalah talak sunnah ketika mencerainya dengan talak satu, mengingat semua masa kehamilan adalah tempat dibolehkannya untuk mencerai.”
Sementara Ibnu Abi Dzibin mengatakan: “Mengenai persoalan itu, saya sudah bertanya terhadap az-Zuhri. Beliau mengatakan: “Semua masa kehamilannya adalah waktu bagi talak.”
Dan menurut madzhab Maliki serta Syafii bahwa mencerai wanita yang sedang haid adalah boleh, karena faktor itu tak bisa memperpanjang masa iddah wanita hamil itu, mengingat iddahnya bakal masih berakhir dengan melahirkan kandungan. (Hasyiyah as-Dasuqi, II/363; al-Mawardi, al-Hawi, X/128)
Jumhur ulama mendasarkan pendapat mubahnya mencerai wanita hamil dengan sebuah hadits mengenai Ibnu Umar ketika ia mencerai istrinya yang sedang haid. Kemudian, Umar (ayahnya) membicarakan faktor itu terhadap Nabi Saw, lalu beliau bersabda:“Suruh dirinya kembali terhadap istrinya, baru kemudian talaklah ia ketika dalam kondisi suci alias hamil.”(HR Muslim)
Imam Ahmad mengatakan: “Saya mengambil hadits Salim dari ayahnya, “kemudian talaklah ia ketika dalam kondisi suci alias hamil.” Nabi Saw menyuruhnya menjatuhkan talak dalam kondisi suci alias hamil.” (Ibnu Qudamah, al-Mughni VII/105)
Allah swt berfitman:“Hai Nabi, jika kalian menceraikan istrimu, maka hendaklah kalian menceraikan mereka pada waktu mereka bisa (menghadapi) iddahnya (yang wajar).”(QS. At-Thalaq: 1)
Mengatakan Hasan al-Bashri ketika membahas ayat di atas: Dalam kondisi suci sebelum haid, alias dalam kondisi hamil yang sudah jelas dengan kehamilannya. (Ath-Thabari, Jamiul Bayan, XXVIII/130)
Dalam kitab yang sama, Ibnu Sirin mengatakan: ia mencerainya dalam kondisi suci sebelum dicampuri, alias dalam kondisi hamil yang sudah jelas dengan kehamilannya.”
Dari Ikrimah mengatakan, Ibnu Abbas mengatakan: “Talak itu ada empat macam, dua macam yang pertama halal serta dua macam yang kedua haram. Adapun dua macam yang halal adalah ketika laki-laki itu mencerai istrinya dalam kondisi suci serta tak dicampuri terlebih dahulu, alias ia mencerainya dalam kondisi hamil. Sedang dua macam yang haram adalah ketika ia mencerainya dalam kondisi haid alias mencerainya ketika sudah dicampurinya, tetapi ia tak mengerti apakah rahim itu sudah berisi anak alias tidak.”Wallahu alam.
0 komentar